Beberapa hal yang akan saya bahas dalam tulisan saya kali ini adalah beberapa hal kaitanya implementasi regulasi indonesia dalam permainan perdagangan internasional, dan lebih significant terfokus pada perdagangan jasa internasional (dalam bahasan hukumnya dikenal dengan GATS).
Sudah tidak terbendung sekali untuk meluapkan beberapa komentar, tanggapan atau bahkan kritikan tentang beberapa bagian penerapan GATS yang selama ini menjadi komitmen negara Indonesia sebagai bagian dari anggota WTO.
apa yang saya tuangkan disini, adalah hasil kuliah yang saya dapat dihari ini, ya... mungkin terdengar sepele, saya mengakui betapa saya harus terus belajar, banyak membaca, banyak menganalisis sehingga mungkin akan lebih pantas untuk saya melontarkan kata-kata yang sifatnya kritikan. Namun, saya yakin untuk menjadi exspert itu tidak muda tapi butuh proses, dan proses itu akan terlihat hasilnya hanya jika kita mau memulai.
Dalam perdagangan internasional bidang jasa, indonesia berkomitmen untuk membuka 4 bidang jasa, yaitu hospitallity, konstruksi, telekomunikasi dan finansial.
Jasa hospitallity merupakan bidang jasa seperti halnya pariwisata, hotel dan lainya.
Jasa konstruksi termasuk dalam wilayah bidang engineer dan lainya
Jasa telekomunikasi, jelas adalah wilayah jasa komunikasi
Jasa finansial bergerak dalam bidang perbankan, asuransi dan lainya.
daaan....
melihat realita yang ada di Indonesia, apakah benar halnya hanya keempat bidang tersebut yang dibuka dalam perdagangan internasional bidang jasa. beberapa hal yang ternyata diluar hal tersebut pun, ternyata sangat banyak kita temukan semisal dalam bidang pendidikan, betapa banyaknya institusi-institusi pendidikan internasional yang merupakan bagian dari perdagangan jasa internasional. hal tersebut sebenernya satu dari bukti penyelewengan indonesia dalam komitmenya terhadap WTO.
mungkin, bagi beberapa/sekelompok individu adanya institusi pendidikan internasional baginya tidak masalah, karena ternyata memang disitu ada sebuah manfaat yang bisa dinikmati, pastinya oleh kalangan ellit yang memiliki segambreng uang untuk bisa menyekolahkan anak nya ke institusi pendidikan internasional yang pasti biayanya bagi saya bisa buat sekolah tk sampe lulus sma di kampung.
pastinya tidak lain dan tidak bukan, pemerintah pun di berikan keuntungan dari pajak buta sebuah institusi internasional. yaaa, keuntungaan yang jelas bagi pemerintah dan sekelompok kaum ellit. pun, keuntungan pemerintah selain dari pajak yang di dapatkan juga sebuah reputasi, ya memang inilah yang terjadi di indonesia, negara ini memerlukan reputasi di kancah internasional, namun sungguh disayangkan ketika kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk menaikkan reputasi di kancah internasional dengan mengorbankan implikasi buruk bagi sebagaian besar warganya.
bagi saya,
ada implikasi buruk, saat pemerintah bersama kebijakanya secara sewenaangnya membuka akses jasa diluar apa yang seharusnya. karena jika ditelisik lebih lanjut, hal tersebut sama hal nya mematikan potensi yang ada pada warga negara sendiri.
dengan banyaknya institusi-institusi internasional berarti secara tidak langsung mematikan kualitas institusi dalam negeri. yang seharusnya, sebuah institusi tersebut bisa setaraf dengan institusi-innstitusi internasional.
seharusnya,
pemerintah harus konsen terlebih dahulu untuk meningkatkan kualitas apa yang ada dalam institusi lokal sebelum membuka lebar institusi intenasional yang merupakan satu dari bentuk perdagangan internasional. sehingga kedepanya, kesetaraan hak untuk mendapatkan pendidikan oleh semua warga negara terpenuhi. karena sebenernya, mahalnya pendidikan di institusi internasional yang ada di indonesia jika dialokasikan untuk pemerataan pendidikan di indonesia akan sangat membantu.
kenyataanya, sebenernya beberapa regulasi yang menyimpang terhadap apa yang seharusnya menjadi komitmen indonesia karena begitu tergiurnya pemerintah dalam pemberian kesempatan selebar-lebarnya terhadap investasi asing, yang mana seharusnya konsen untuk peningkatan dan pemerataan lokal investment.
tidak lain, karena betapa bobroknya penciptaan regulasi yang menjadi pengimplementasian regulasi tersebut yang tumpang tindih. adanya beberapa srobotan perdagangan sektor jasa internasional yang menyelewang dari 4 bidang yang sudah dikomitmenkan indonesia dalam GATS karena hukum/regulasi nasional yang ada diindonesia membuka untuk selain 4 bidan tersebut.
saya jadi semakin mikir,
apa memang hal ini tidak terlepas dari tingkat kualitas mereka pejabat pembuat regulasi, baik presiden maupun DPR.
mengingat kembali,
sampai saat ini pun pemilihan dewan pejabat terutama DPR yang terjadi di Indonesia, keberpihakan pada sesorang yang memiliki kualitas akan terkalahkan dari mereka yang memiliki kekuatan. pemilu yang serat akan money politic menjadi barang lumrah di Indonesia. padahal kepemimpinan mereka yang katanya dewan perwakilan rakyat sangat penting, karena merupakan dewan yang memiliki peran dalam pembuatan regulasi nasional. dan apakah selama ini DPR terlihat memiliki komitmen kuat untuk memiliki keberpihakan terhadap rakyat. saya rasa tidak sepenuhnya... mereka pun, sangat realistik dalam pengambilan keputusan. apa yang menghasilkan, menguntungkan akan bisa dengan muda mereka ambil kebijakan dan tidak semua apa yang rakyat butuhkan, apa keuntungan bagi rakyat sangat tidak jarang mereka abaikan...
disinilah, perlu kritikan kembali.
betapa memang perlu adanya rethinking regulasi nasional kita dalam kaitanya pengimplementasian komitmen indonesia dalam perdagangab internasional dalam bidang jasa. betapa perlu introspeksi diri dari ajar permasalahan yang ada, mulai dari pemilihan para regulator, pelurusan siapa yang seharusnya menjadi pihak yang seharusnya di untungkan menjadi bagian yang perlu telaah lebih lanjut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar