Terdapat 2 (dua) alasan utama perlunya perubahan UU
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Pertama, dalam
substansinya UU tersebut kurang memberikan daya dorong bagi perkembangan sektor
Minyak dan Gas Bumi (Migas) di Indonesia. Kedua, UU tersebut kurang menjawab
aspek ketahanan energi, hal ini ditandai dengan sejumlah persoalan-persoalan
antara lain jumlah produksi yang terus menyusut, krisis energi, tata kelola
yang kurang transparan dan akuntabel, serta persoalan hukum kelembagaan
pengelola sektor migas.
Dalam perubahan UU Migas tersebut diperlukan kesesuaian
dalam 5 (lima) aspek utama. Pertama, perencanaan dan pencadangan migas untuk
ketahanan energi. Kedua, sinergi kegiatan migas dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Ketiga, prinsip transparansi, partisipasi dan
akuntabilitas. Keempat, pemanfaatan migas untuk pengembangan energi
bersih-terbarukan dan stabilisasi ekonomi. Kelima, pemanfaatan migas untuk
kepentingan daerah dan pembangunan yang mensejahterakan masyarakat. Dengan
harmonisasai beberapa aspek tersebut, kepastian hukum sektor migas Indonesia
akan terpenuhi dan ketahanan energi pun bisa terwujudkan.
Idealnya, UU Migas yang baru adalah UU Migas yang ‘kokoh’ dalam arti minim potensi melanggar konstitusi serta mampu menjadi payung pelindung bagi kepentingan nasional dan sekaligus tetap memberi kenyamanan bagi kalangan investor asing.
Idealnya, UU Migas yang baru adalah UU Migas yang ‘kokoh’ dalam arti minim potensi melanggar konstitusi serta mampu menjadi payung pelindung bagi kepentingan nasional dan sekaligus tetap memberi kenyamanan bagi kalangan investor asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar