Minggu, 04 Maret 2012

Korupsi biokrasi, pencegahan dan tindakan dalam etika administrasi publik


Deni, saiful. Korupsi biokrasi, pencegahan dan tindakan dalam etika administrasi publik. Naufan pustaka. Yogyakarta. 2010.
Buku ini menggunakan metode penelitihan pustaka, penelitihan pustaka sendiri merupakan serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitihan. Metode tafsir yang digunakan dalam kajian ini dengan menggunakan hermeneutika gadamerian, yang mencoba menafsirkan berbagai perilaku kekuasaan yang buruk dalam teks dengan makna ganda. Dialektika yang digunakan peneliti dalam buku ini adalah dialektika hegelian, kaum hegelian mengusung secara sistematis tentang konsep tesis, antitesis,  dan sintesis sebagai sebuah rekonstruksi dalam memahami konsep dan pemberantasan korupsi melalui ide-ide yang dinamis dari helegian.3
Dalam buku ini banyak membahas tentang metode dan langkah-langkah dalma penelitihan serata hal-hal yang terkait tentang penelitihan  dari segi pengertian, teori, sejarah maupun latarbelakng, cara pencegahn korupsi dsb.
Bentuk-bentuk korupsi :227
1.       Korupsi transaktif
2.       Korupsi ekstortif
3.       Korupsi investif
4.       Korupsi nepotistik
5.       Korupsi autogenik adalah korupsi yang dilakukan individu karena mempunyai kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari pengetahuan dan pemahamanya atas sesuatu yang hanya diketahuinya seorang diri.
6.       Korupsi suportif
7.        Korupsi defensif

Konsekuensi dari perbuatan korupsi antara lain:
1.       Konsekuensi ekonomi
Mempunyai pengaruh negatif pada pendapatan pajak, invasi pajak melalui korupsi akan menambah kemiskinan, karena menghilangkan kekayaan pemerintah dalam mengurangi pokok pajak dari kas negara dan menambah progresif dari sistem pajak. Korupsi mengurangi investasi (penanaman modal), dimana asumsi dan konsekuensinya menjadi penyebab tingginya biaya dan ketidakpastian ekonomi, karena kondisi yang diciptakan para koruptor.
Selain itu konsekuensi dari korupsi yang dilakukan oleh para koruptor menambah biaya pada perlengkapan dalam menjalankan tugas, dan persidangan barang.tingginya pengeluaran pemerintah dan kekurangan dana karena telah korupsi.
2.       Konsekuensi politik
Tindakan korupsi oleh para politisi membuat keputusan yang menyimpang dan berdampak pada proyek-proyek yang salah sasaran, harga dan kontraktor tidak memenuhi syarat atau tidak berkualitas, korupsi memperkenalkan dan mendorong rendahnya tingkat akuntabilitas.
Akibat lain dari korupsi politik adalah pesta demokrasi yang kurang kredibel dalam pemilihan penguasa, sekadar hubungan patron-klien, pemberian hak istimewa, politik menjual suara, dan hilangnya fungsi partai politik
Korupsi juga  menghambat pembangunan politik dan keberlanjutan politik yang tidak stabil ketika korupsi menjadi urat nadi kehidupan dari status quo.
Dampak korupsi politik terjadi ketidakseimbangan masyarakat, pemerintah, dominasi pengusaha, dan lemahnya “sense of nation”.
3.       Konsekuensi sosial
Budaya korupsi berdampak pada demoralisasi sosial pada masyarakat, berkurangnya kepercayaan pada negara, institusi dan situasi yang tak menentu bahkan kemunduran negara. Korupsi melanggar kepercayaan publik dan mengikis modal sosial. Hal ini mengakibatkan rusaknya hukum dan regulasi yang bertujuan melayani produktivitas sosial. Bahkan korupsi juga mengikis habis legitimasi politik bagi jalan untuk memahami warga negara untuk menegakkan aturan, seperti tidak stabilnya situasi dan kualitas masyarakat.
Korupsi mengakibatkan jatuh miskin masyarakat dan tidak mampu memberikan pendidikan secara formal, ketidakpedulian terhadap kesehatan, dan tidak memiliki akses terhadap pemerintah, singkatnya korupsi menghancurkan jaringan sosial yang dimiliki masyarakat.238
4.       Konsekuensi budaya
Sebab pengaruh budaya tradisional dalam melakukan korupsi ada sejak zaman kerajaan feodal yang telah berakar. Bahkan korupsi dianggap perbuatan yang wajar dan tidak mengenal milik orang lain.
5.       Konsekuensi hukum
Korupsi dalam sistem hukum dapat melemahkan usaha-usaha reformasi, karena seluruh sistemnya tidak dapat dipercaya bahkan tidak dapat digunakan untuk menghasilkan keputusan yang jujur.
6.       Konsekuensi pada institusi pemerintahan
Korupsi memunculkan perilaku yang merugikan biokrasi pemerintahan, pertama, korupsi mencerminkan kegagalan mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan pemerintah. Kedua, korupsi mencerminkan kenaikan harga administrasi. Ketiga, korupsi merupakan bentuk pembayaran yang tidak sah, hal ini akan mengurangi jumlah dana yang disediakan untuk kepentingan publik. Keempat, korupsi merusak mental aparat pemerintahan menurunkan rasa hormat kepada kekuasaan, dan akhirnya menurunkan legitimasi pemerintah. Keenam, jika elit politik dan pejabat tinggi pemerintah, secara luas dianggap korup, maka publik akan menyimpan tidak ada alasan bagi publik untuk berlaku korup. Ketujuh, seorang pejabat yang korup sebagai pribadi yang memikirkan diri sendiri, tidak bisa berkorban demi kemakmuran bersama bagi kepentingan negara. Kedelapan, korupsi merupakan ketidakadilan yang dilembagakan sehingga menimbulkan perkara dan tuduhan-tuduhan palsu yang digunakan pada penjabat yang jujur untuk tujuan pemerasan.
Fungsi-fungsi biokrasi sebagai pelayanan publik akan mengalami stagnasi dan tidak tercapainya tujuan-tujuan dalam pembangunan negara.
Korupsi berakibat buruk dan merusak sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara.
7.       Konsekuensi pada perkembangan administrasi publik
Korupsi dapat menghalangi perkembangan dan kinerja administrasi publik dinegara yang sedang berkembang seperti indonesia.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar